Jumat, 12 November 2010

Pendidikan Sastra & Budaya


Sahabat                         Puisi: Annisa Ulfah Damayanti

Sahabat aku yang baik
apabila aku kesepian hiburlah aku
dengan suaramu
bila aku sakit hiburlah aku
dengan kasih sayangmu
apabila aku sedih hiburlah aku
dengan tertawa kamu
apabila aku pergi simpanlah hati ini
apabila aku mati usaplah air matamu
apabila aku dikbur
kuburlah hati ini sepenuh hati
karena aku akan tetap sayang kamu
i miss you forever
aku tidak akan melupakanmu
kita akan menjadi sahabat setia

Kleas IX C SMPN 4 Sindang - Indramayu

Air Galon                                              Puisi: Mahdian Nurkholis

Sungguh sangat berguna sekali
kau membuat orang senang
orang yang kehausan, kelelahan
menjadi tak lelah lagi
sungguh kau sangat baik
membuat hati orang senang
kau bagaikan lautan
tempat ikan mencari makan
kau bagaikan hujan
yang di padang pasir
sungguh ku sangat senang
karena kau air galon

 Kleas IX C SMPN 4 Sindang - Indramayu

Tiada Hari Tanpa Senyumnya                         Puisi: Wunaeroh

Dia
kuselalu mengingatnya
mengingat senyum manisnya
yang membuatku bahagia

dia, dia dan dia
yang membuatku terparah
saat melihat wajahnya
serasa ingin selalu bersamanya

kutahu
kutakkan bisa
bersamanya
selamanya

Kleas IX C SMPN 4 Sindang - Indramayu

Tinjauan Puisi:

Tema Dengan Kesadaran Lingkungan
dan Alam Bawah Sadar

oleh Acep Syahril

Tanggal 6 Oktober 2010 kemarin adalah tahun ke 11 saya melakukan kegiatan eskul sastra di sekolah-sekolah di kabupaten Indramayu, suatu kegiatan yang saya lakukan tanpa persetujuan pihak mana pun dan lebih bersifat “ngemis” kepada pihak sekolah untuk memberikan sedikit pengalaman dan pemahaman tentang pentingnya sastra bagi siswa. Yang kadang dipandang sebelah mata dan mungkin tidak penting, karena memang tidak ada dalam kurikulum pendidikan kita, naif memang.
Namun demikian saya tetap memaksakan kehendak  dan aktif untuk sekedar mengingatkan plus membuka jalan, bahwa kegiatan menulis juga adalah pilihan ketika pekerjaan lain menjadi kebuntuan usaha bagi seseorang. Dan di tahun ke 11 ini juga saya mearayakannya sendiri dengan masuk kelas IX C SMPN 4 Sindang – Indramayu. Drs H Sucipto, kepala SMPN 4 tersebut tanpa prasangka menerima kehadiran saya “ngemis” kegiatan eskul sastra di sekolahnya.
Di sekolah yang mayoritas siswa-siswinya berasal dari keluarga menengah ke bawah, yang juga datang dari berbagai pelosok desa di kecamatan Indramayu dan kecamatan Sindang itu, membuat saya lebih konsen memberikan beberapa materi yang berhubungan langsung dengan aktifitas diri dan lingkungan tempat tinggal mereka. Suatu aktifitas penyadaran untuk membangun kepekaan yang tidak hanya bermanfaat memacu minat belajar, tapi juga akan sedikit membuka kesadaran akan kelebihan yang mereka punya.
Setelah 2 jam berinteraksi di depan kelas, 15 menit saya berikan waktu bagi mereka untuk mengaplikasikan apa yang sebelumnya saya papar jelaskan pada mereka tentang berbagai hal akan kepekaan mereka terhadap diri serta lingkungan yang ada di sekitar sekolahnya. Hasilnya saya mengumpulkan 25 puisi yang mereka tulis dalam waktu 15 menit.
Dari 25 puisi yang saya terima ada beberapa gagasan serta tema yang menarik untuk dibicarakan pada apresiasi puisi kali ini, persahabatan dengan tema sedikit berbau surealis (aliran seni dan kesusastraan yang dilakukan alam bawah sadar), lingkungan dengan tema kekaguman atau cinta dengan tema  umum yang seringkali kita temukan.
Menulis puisi memang bukan pekerjaan mudah, oleh sebab itu penulis puisi atau penyair lebih terkesan kren kata orang-orang sebaya kamu. Karena pemikiran serta pengalamannya yang luas, yang nyaris mengetahui atau bahkan menguasai segala disiplin ilmu, sebagai perbendaharaan pengetahuan plus perbendaharaan kata yang kaya.
Dan akitiftas menulis puisi juga tidak bisa dilakukan secara dadakan tanpa ada gesekan rasa, gesekan pengatahuan atau gesekan persoalan yang benar-benar mampu mengutik klep estetika seseorang. Seperti diskusi, melihat sesuatu yang benar-benar mampu menusik perasaan bawah sadar atau persoalan cinta yang nota bene sangat berhubungan dengan rasa serta emosional seseorang.
Ketika kepekaan estetika yang didukung pengalaman membaca serta pengalaman lainnya kian memperkaya fikiran seseorang, maka aktifitas menulis puisi tidak lagi bergantung pada persoalan yang kita alami tapi akan menjadi suatu aktifitas spontan yang datang dari desakan imajinasi. Nah dari 25 puisi yang terkumpul di kelas IX C SMPN 4 Sidang kemarin, salah satu puisinya sedikit agak mengejutkan saya, penulisnya Annisa Ulfah Damayanti dengan puisinya berjudul “Sahabat”.
Puisi Annisa Ulfah Damayanti memang jauh berbeda dengan puisi teman-temannya yang lain bahkan dengan puisi siswa SMA sebagaimana sering saya temukan. Puisi dengan ide persahabatan serta tema yang sedikit menyinggung masalah kematian itu, tentulah tidak dikarang begitu saja tapi meluncur ringan dari aliran imajinasinya. Yang diperkuat pilihan diksi (kata) sehingga terasa padat dan lumayan enak dibaca.
..........................................
apabila aku pergi simpanlah hati ini
apabila aku mati usaplah air matamu
apabila aku dikbur
kuburlah hati ini sepenuh hati
karena aku akan tetap sayang kamu
i miss you forever
Berbeda dengan puisi Mahdian Nurkholis yang direkam oleh kesadarannya tentang lingkungan di sekitar sekolah, Mahdian Nurkholis memindahkan persoalan tersebut dan mengolahnya kedalam bahasa puisi yang sangat mudah dipahami namun menarik untuk dinikmati. Gaya bahasa yang digunakannya pun cukup ringan dan menggelitik:
sungguh kau sangat baik
membuat hati orang senang
kau bagaikan lautan
tempat ikan mencari makan
kau bagaikan hujan
di padang pasir
aku sangat senang
karena kau air galon
Kenyataannya memang demikian, karena dibeberapa pojok sekolah (SMPN 4 Sindang) yang mengelilingi lapangan olah raganya oleh kepala sekolahnya sengaja dipasang beberapa galon air siap siap minum, dan setiap siswanya memiliki gelas sendiri-sendiri.
Sementara Wunaeroh juga menulis tentang kepekaan yang disadarkan oleh pengalamannya tentang hubungannya dengan seseorang yang dalam hal ini tidak dia tegaskan sebagai siapa seseorang tersebut. Pacarkah atau temannya kah? Namun Tiada Hari Tanpa Senyumnya, ow...ow...siapakah dia, hanya Wunaeroh lah yang tau.
dia, dia dan dia
yang membuatku terparah
saat melihat wajahnya
serasa ingin selalu bersamanya

Pendidikan Sastra & Budaya

Cinta Matematika                                                       Puisi: Ela Puji Wiharti

Ini bukan puisi biasa
ini puisi cinta matematika
penuh rumus dan logika
jika kau menghitung 1:2
maka jawabannya bukan 0,5
tapi hati yang terluka
atau hati tertusuk jangka

Jika 1 hati tak cukup
kau tambah dengan hati yang lain
jika belum sampai limit
kau akan terus menambah 2, 3, 4
dan sampai tak berhingga

Hmmm  cinta
itulah manusia
yang memiliki akar-akar kuat
untuk menegakkan siku-siku pada
segi tiga hati mereka

Klas: IX B SMPN 3 Sindang – Indramayu


Puisi Cinta                                                                        Puisi: Mutia

Usia kita memang berbeda
tapi perbedaan itu tidak penting
karena cinta adalah pertanda
kedewasaan kita akan hidup

Karena perbedaan aku harus
menerima berbagai kesulitan
padahal aku sangat mencintainya
meski dia acuh tak acuh padaku

Berbagai cobaan aku terima
untuk mendapatkan cinta itu
tapi karena perbedaan
aku harus melepasnya
demi kebahagiaan dia
aku rela melepasnya
selamat jalan cinta
aku tak ingin semua terjadi
hanya karena perbedaan usia ini

Klas: IX B SMPN 3 Sindang – Indramayu


Tinjauan Puisi:
Cinta Dalam Idiom Matematika

oleh: Acep Syahril

Pagi itu, Rabu 20 Oktober 2010 di SMPN 3 Sindang Indramayu, sebelum bertemu kepala sekolahnya, Drs. H. Faoji. Aku mengamati majalah dinding yang di dalamnya ada beberapa tempelan kertas bertulisan puisi, robek dan tampaknya sudah lama sekali. Padahal aku berharap di majalah dinding ini tidak mesti ditempelin puisi, tapi boleh juga persoalan lainnya, seperti masalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan dunia pendidikan, informasi temuan para ilmuan dan atau paling tidak yang bisa menambah wawasan.
Beberapa menit kemudian aku disambut pak Faoji, beliau mengizinkanku untuk masuk kelas dan tidak terjadi banyak dialog dengannya. Meski sebenarnya aku berharap agar dia bertanya soal majalah dinding yang kuperhatikan sejak tadi, tapi kufikir tak masalah.
Di kelas IX B ini aku berhadapan dengan 31 siswa, respon mereka cukup lumayan dan komunikatif. Dan aku tidak kesulitan menggiring perhatian mereka pada beberapa persoalan yang kupaparkan mengenai kepekaan serta kesadaran terhadap dunia belajar yang tengah mereka alami saat ini.
Setelah dua jam di depan kelas dan memberi tugas menulis puisi, aku berhasil mengumpulkan 31 puisi sedangkan satu puisi milik rekan mereka kukembalikan karena puisi tersebut dapat nyontek dari buku pelajaran bahasa Indonesia.
Dari 30 puisi itu aku mendapatkan dua puisi yang lumayan baik, keduanya bercerita tentang cinta: “Cinta Matematika” karya Ela Puji Wiharti dan “Puisi Cinta” karya Mutia. Keduanya terasa sangat menggelitik karena selain tema dan gagasannya, cara mengungkapkan persoalan yang mereka tuangkanpun unik.
Seperti Ela misalnya, dia seolah memahami persoalan “hidup” dengan mengambil contoh pada persoalan cinta, yang dalam hal ini sangat berkaitan erat dengan sifat-sifat manusia umumnya, tidak pernah puas, yang dia ungkap secara matematis:
Jika 1 hati tak cukup
kau tambah dengan hati yang lain
jika belum sampai limit
kau akan terus menambah 2, 3, 4
dan sampai tak berhingga

Hmmm  cinta
itulah manusia
yang memiliki akar-akar kuat
untuk menegakkan siku-siku pada
segi tiga hati mereka
Fantastis!!! Asyik, personifikatif dan menarik. Suatu ungkapan sederhana yang dimiliki semua manusia, yakni alasan. Yang memiliki akar-akar kuat, untuk menegakkan siku-siku pada segitiga hati mereka. Atau yang memiliki alasan kuat, mengapa mereka memilih, menambah, menduakan bahkan men-tiga-kan kekasihnya.
Secara psikologis kepuasan manusia memang tidak ada batasnya, dan untuk melancarkan atau mengejar guna mencapai keinginan-keinginannya, setiap orang punya alasan. Dan alasan-alasan tersebut oleh Ela diumpamakannya sebagai akar yang kemudian diperkuat oleh keyakinan.
Namun bagaimana pun seseorang mampu mengedepankan alasan-alasannya serta keyakinannya untuk melengkapi keinginannya, tetap saja ada orang lain yang terluka oleh prilakunya. Dan hal ini juga diungkapkan Ela secara matematis dengan pilihan diksi yang padat dan manis.
Ini bukan puisi biasa
ini puisi cinta matematika
penuh rumus dan logika
jika kau menghitung 1: 2
maka jawabannya bukan 0,5
tapi hati yang terluka
atau hati tertusuk jangka
Untuk menulis puisi seperti Ela Puji Wiharti tentulah dibutuhkan banyak referensi melalui kebiasaan membaca, serta kepedulian terhadap lingkungan terkecil hingga lingkungan yang lebih luas. Dengan memperkuat daya ingat terhadap setiap persoalan yang terjadi atau yang kita lihat.
Sementara Mutia dengan puisi cintanya lebih sebagai ungkapan pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain yang sempat dia rekam. Pengalaman yang begitu membekas di hatinya.
Berbagai cobaan aku terima
untuk mendapatkan cinta itu
tapi karena perbedaan
aku harus melepasnya
demi kebahagiaan dia
aku rela melepasnya
selamat jalan cinta
aku tak ingin semua terjadi
hanya karena perbedaan usia ini
Sebagai ungkapan verbal yang didorong kesadaran emosional dalam bahasa konvensional yang lebih mudah difahami orang lain. Sehingga pembaca menjadi bagian dari peristiwa yang pernah dialami Mutia seperti dia ungkap dalam puisi ini.

Pendidikan Sastra & Budaya

Penyesalan                                                                             Puisi: Maylina

Angin dengarlah suara hatiku
galau hati yang serasa menyiksa ini
seperti percikan air dari langit
yang mengisyaratkan kesedihanku

Aku lara
aku layu
penyesalan membuatku larut

Sebab disaat kau terbaring lemah
aku tak ada di sampingmu
aku bagaikan terumbu karang
terlempar angin tergulung ombak

kini aku bagai rumah tak beratap

Klas IX A, SMPN 1 Tukdana - Indramayu

Waktu                                                                                    Puisi: Susi Susyanti

Dimulai dari sekarang sampai waktu kikis
adakah sesuatu yang berarti tersirat jadi
pelajaran bagi kita

Dari pagi semua dimulai
dari yang bermanfaat sampai ke yang
tidak sama sekali
untuk menghasilkan sesuatu yang menarik
dan menjadi tanda dalam hidup

Jika ada diantara kita yang sukses
maka patutlah ia bangga
atas waktu yang dilaluinya
sebab sesingkat apa pun waktu sangat berharga

Klas XI A, SMAN 1 Tukdana - Indramayu
 
Tinjauan Puisi:
Waktu dan Penyesalan
Dalam Usia Berbeda

oleh Acep Syahril

Pagi ini untuk kedua kalinya saya kembali masuk kelas IX di SMPN 1 Tukdana, di sekolah ini saya disambut langsung pak Oleh, S.Pd, M.Pd salah seorang Guru plus Kesiswaan di SMP tersebut. Dan di sekolah ini saya perhatikan banyak sekali kegiatan ekstrakurikuler sebagai pilihan kegiatan luar sekolah disesuaikan kesukaan dan kemampuan siswa siswinya, termasuk juga kegiatan menulis dan apresiasi sastra.
Dan siang harinya saya konsentrasi di depan kelas XI SMAN 1 Tukdana, memberikan kegiatan apresiasi dan pengembangan daya fikir siswa. Di sekolah ini yang paling berkesan adalah sambutan Kepala Sekolahnya, Drs. Syamsuri, M.Pd. Antusiasme serta aktualisasi yang diberikannya kepada saya membuat saya tersanjung. Karena menurutnya dia sejak lama merindukan adanya upaya apresiasi dan pelatihan penulisan termasuk jurnalistik untuk siswa. Sebab kegiatan tersebut tidak hanya mengarahkan siswa untuk jadi penulis tapi akan mampu membuka ruang fikir setiap individu ketika mereka melakukan kegiatan membaca.
“Soalnya menulis harus dibarengi dengan membaca kan sebagai penambah wawasan fikir serta referensi persoalan untuk dijadikan bahan tulisannya,” ujar beliau.
Kalau saja seluruh kepala sekolah memiliki cara berfikir seperti Pak Syamsuri, dan mau menerima kehadiran penyair, penulis atau wartawan di sekolahnya, saya yakin minat baca siswa pastilah bertambah. Apalagi kegiatan ini tidak semata-mata untuk mencetak siswa menjadi penulis atau yang lainnya, namun paling tidak gesekan profesi yang disampaikan nara sumber dalam komunikasinya yang khas akan mampu merangsang keinginan siswa untuk memperluas wawasannya.
Dari dua sekolah ini saya hanya dapat dua puisi dengan tema berbeda, dengan dua pemikiran berbeda pula. Yang pertama Puisi Penyesalan, karya Meylina dari SMPN 1 Tukdana. Dalam puisi tersebut Meylina berusaha menunjukkan rasa penyesalan, mewakili perasaan remajanya yang belum tentu pernah dialami remaja-remaja putri sebaya dia. Namun secara ekspresif rasa penyesalan ini menjadi aku lirik bagi remaja yang pernah mengalami peristiwa itu.
Sebab disaat kau terbaring lemah
aku tak ada di sampingmu
aku bagaikan terumbu karang
terlempar angin tergulung ombak

kini aku bagai rumah tak beratap
Ungkapan penyesalan romantik yang tidak dimiliki semua remaja sebayanya, dan secara fisik juga belum tentu remaja sebaya Meylina pernah mengalami hal tersebut. Kalau pun ada diantara teman-temannya yang pernah mengalaminya, belum tentu mereka bisa menuangkan kata-kata seperti ini. Karena hal ini berangkat dari kebiasaan mengingat, mencatat dan mengenang yang kemudian disusul dengan kebiasaan membaca.
Sehingga pada saat menuangkan persoalan cinta tidak melulu harus menggunakan ungkapan verbal seperti, aku cinta padamu, aku sayang kamu, aku ingin selalu dekat dengan kamu karena kamu cantik atau gagah, kamu jahat, kamu sudah menyakiti aku dan lain-lain. Tapi dengan menggunakan bahasa kiasan serta ungkapan puitis yang kaya akan pemikiran lain, jelas hal ini akan memberi nilai lebih seseorang yang mengungkapkannya, yang secara otomatis juga akan mampu menghaluskan cita rasa fikirnya. aku bagaikan terumbu karang/terlempar angin tergulung ombak/kini aku bagai rumah tak beratap. Atau mungkin maksud Meylina, aku sudah tak punya pegangan, terpisah dan jauh dari cinta kasihmu/kini aku hidup bagai tanpa cinta.
Sementara Susi Susyanti dari SMAN 1 Tukdana dengan karya puisinya “Waktu” ingin menunjukkan kedewasaan berfikirnya, yang oleh semua orang juga belum tentu terfikirkan baik dan buruknya dalam menyia-nyiakan waktu. Karena pada umumnya waktu akan lebih berharga pada saat seseorang membutuhkannya, seperti pada saat janjian dengan seseorang, menunggu seseorang datang membayarkan hutang, atau waktu menjelang datangnya ujian.
Sementara ketika tidak ada seseorang atau peristiwa yang mengikat waktunya, maka waktu tidaklah berarti apa-apa dan dilewatkan sebegitu saja. Dan tanpa disadari waktu telah menyembelih usia, kesempatan, peluang dan banyak hal dalam perjalanan hidup kita, semua menjadi sia-sia. Lalu apa kata Susi Susyanti?

Dimulai dari sekarang sampai waktu kikis
adakah sesuatu yang berarti tersirat jadi
pelajaran bagi kita

Dari pagi semua dimulai
dari yang bermanfaat sampai ke yang
tidak sama sekali
untuk menghasilkan sesuatu yang menarik
dan menjadi tanda dalam hidup
Ow...ow sungguh suatu ungkapan manis, dari pagi semua dimulai dari yang bermanfaat sampai ke yang tidak sama sekali, untuk menghasilkan sesuatu yang menarik dan menjadi tanda dalam hidup. Dengan membuktikan pada orang lain “bahwa aku pernah sekali hidup di dunia ini, dan tidak sia-sia”.

Pendidikan Sastra & Budaya

Di Saat Aku Terbaring Di Kamar                              Puisi: Sucipto
 
Aku melihat dari jendela ada bintang terang. Seperti ibu
yang selalu menyinari senyumnya padaku. Oh indahnya
senyum ibu, aku terasa ada di syurga. Aku ingin
membahagiakannya dengan tawa. Ibu bahagialah kau
selalu.
 
Aku mencintaimu seperti aku mencintai Sang Pencipta
bintang
 
Kelas IX C, SMPN 1 Widasari – Indramayu
 
Arti Sahabat                                                                                     Puisi: Sulaeman
 
sahabatku seperti bintang  
meski jauh tapi bercahaya
walau kadang menghilang namun ada
tapi tak mungkin dimiliki
dan tak bisa dilupakan
tapi dia selalu ada di sini
di hati
 
Kelas IX C, SMPN 1 Widasari – Indramayu
 
 
Bintang Dan Personifikasi Yang Sederhana
 
oleh: Acep Syahril
 
Ketika berkesempatan memberi kegiatan eskul apresiasi dan penulisan karya sastra (khususnya puisi) SMPN 1 Widasari – Indramayu, saya bertanya pada salah seorang siswi. “Ada apa di belakang, di samping dan di depan rumah kamu?”. Di jawab “di belakang, samping dan depan rumah saya ada rumah”. Lalu saya tanya lagi, “kalau solokan pembuangan air dari kamar mandi disalurkannya kemana, dan apakah bau comberannya sampai tercium keluar?”. Di jawab “solokoannya langsung dari kamar mandi menggunakan pipa paralon besar dialirkan sampai ke kali kecil yang beberapa puluh meter di belakang rumah, jadi baunya tidak sampai tercium keluar”.
Jawaban-jawaban itu disambut cepat oleh siswi yang saya tanya, dan ini sangat jarang jarang saya temukan, kalaupun ada kebanyakan mereka malu-malu atau berfikir dulu. Dan ini salah satu dari banyak cara atau soal yang saya berikan pada siswa untuk mengetahui kepekaan mereka pada lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Sebagai bahan untuk memulai kegiatan apresiasi dan penulisan karya sastra (khususnya puisi) yang saya lakukan selama ini. Yang menurut hemat saya secara tidak langsung juga akan membangun kepekaan mereka dalam menerima pelajaran dari gurunya.
Atau kadang dalam waktu beberapa menit mereka saya sarankan untuk berkontemplasi (merenung), membayangkan banyak hal yang pernah mereka alami lalu memberikan kesan pada persoalan-persoalan tersebut. Hal ini hanya untuk melatih daya ingat serta tanggung jawab mereka pada dirinya maupun orang lain sebagai makhluk sosial yang interaktif. Dan dari aktifitas kontemplatif ini juga kemudian akan lahir kesadaran-kesadaran temporer sebagai cikal bakal pembentukan karakter dalam diri mereka. Di samping mereka bisa menuangkan kesan-kesan tadi dalam bentuk tulisan yang tentunya sangat menarik untuk kita simak, seperti puisi yang ditulis Sucipto ini:
 
Aku melihat dari jendela ada bintang terang. Seperti ibu
yang selalu menyinari senyumnya padaku. Oh indahnya
senyum ibu, aku terasa ada di syurga. Aku ingin
membahagiakannya dengan tawa. Ibu bahagialah kau
selalu.
 
Aku mencintaimu seperti aku mencintai Sang Pencipta
bintang
 
Adalah imajinasi sederhana dengan kepolosan kata yang sederhana pula kita diajak Sucipto pergi melihat bintang, di situ ada bintang yang menyinari senyum ibunya. Yang dia bayangkan melalui imajeri visual seolah dia benar-benar melihat senyum ibunya yang bercahaya. Atau pada puisi Sulaeman yang juga mengumpamakan:
sahabatku seperti bintang   
meski jauh tapi bercahaya
walau kadang menghilang namun ada
tapi tak mungkin dimiliki
dan tak bisa dilupakan
tapi dia selalu ada di sini
di hati
 
Sucipto dan Sulaeman adalah dua siswa SMPN 1 Widasari – Indramayu, pada apresiasi kali ini memberi sedikit pencerahan penulisan puisi pada teman-temannya. Kebetulan keduanya memilih objek bintang sebagai personifikasinya, secara visual posisinya berada ditempat yang tinggi, seperti cita-cita dan pemikiran mereka yang barangkali juga tinggi. Hal ini menarik untuk dibicarakan, soalnya bukan cuma dari cara berfikir tapi juga dari cara mereka memilih objek serta menuangkan hasil perenungannya. Sebab objek dalam puisi menggambarkan kehebatan daya imajinasi seseorang, selain nama dan tempat yang juga menunjukkan kalau si penulis puisi tersebut memiliki wawasan lumayan. Seperti penggalan puisi Anak-anak Burung Berhambur Lepas, milik penyair Supali Kasim di bawah ini:
siti, anak burung terhambur lepas. Angkasa luas
geliat bulan hingga jejakkan kaki kecil
tanah seberang dan impian. Perburuan padang tandus
tanpa zaitun, minyak dan zamzam
hanya sebutir kurma melepas terik
atau keringat devisa
...............................
(Kiser Dermayon: Puisi Indonesia, Blog Supali Kasim)
Antara keinginan menulis, memilih kata dan objek dalam puisi tentulah tidak datang tiba-tiba, selain diawali proses membaca, mengamati juga terjadinya gesekan imajinasi yang didorong oleh keinginan inspirasi. Atas kepekaan yang terbangun dari pengalaman yang telah memperkaya wawasan kita.