Senin, 01 November 2010

Pendidikan, Sastra & Budaya


Puisi: Merymeiya RyuAkhiera Agustine


MAMAH

jangan lagi kau bentak aku
tak sanggup ku teteskan
ini dihadapanmu ...
karena sayangmu tak pernah jadi kenangan

meski sayangmu selalu terngiang
saat tubuh ini masih rawan ,,
tak pernah henti lantunan
yang kau nyanyikan
membelai,,menimang,,mengusap,,dan menjaga
hangat,,, nyaman.......

betapa agung pengorbananmu
kau sepelekan kantuk mu,,
hingga air susu yang terlukapun
terus kau beri untuku........
meski hingga kini,,
aku masih belum kunjung
bahagiakan mu....
dukaku tak berarti
jika ditanding dukamu
hanya ini yang ku minta

SMAN 1 Sliyeg - Indramayu


Tinjauan Puisi:
Tema Ibu Dengan Kesan Yang Lain


oleh acep syahril

Selama ini kita seringkali membaca puisi dengan tema Ibu, yang kesemuanya memuarakan kekaguman penulisnya tentang kebaikan serta jasa ibu yang begitu besar dan tak mungkin bisa dibalas. Jasanya ketika melahirkan, mengasuh, memperhatikan dan membesarkan. Bahkan saking perhatiannya, ibu nyaris tak pernah tidur ketika anaknya dalam keadaan sakit, dia tidak hanya menemani tapi juga mengawasi dari gangguan siapa pun. Seekor nyamuk sekali pun.
Jadi wajar kalau kemudian hampir sebagian besar mereka yang memilih tema tentang ibu sudah pasti isinya bisa diterka. Namun kali ini kita diberi warna lain dari puisi yang bertema  ibu. Penulisnya adalah Merymeiya RyuAkhiera Agustine, siswi SMAN 1 Sliyeg, Indramayu. Mery dengan judul puisinya “Mamah” kalau disimak secara seksama sangat terasa perbedaannya dengan puisi tentang ibu seperti yang pernah kita baca.
Puisi dengan kejujuran hati dan rasa, //jangan lagi kau bentak aku/tak sanggup kuteteskan/ini dihadapanmu…./karena sayangmu tak pernah jadi kenangan//.
Bentakan yang mungkin akan merubah emosional si penulis serta timbulnya perasaan lain yang membuatnya tak bisa menerima kekerasan sikap dari seseorang, sekalipun seseorang itu adalah ibunya. Jangan lagi kau bentak aku, karena tak sanggup kuteteskan air mata ini dihadapanmu.
Dan apa yang pernah mengendap dalam dirinya tentang perlaukan ibunya selama ini, ditegaskan dalam bahasa puisi dengan ucapan sederhana namun lugas yang mungkin akan mencengankan siapa pun yang menjadi ibu disini, karena sayangmu tak pernah jadi kenangan.
Atau bisa jadi juga ini adalah kesadaran si penulis sebagai anak yang menggambarkan sosok ibu dengan segala perhatian dan kasih sayangnya. Sebab ketika seorang anak telah tumbuh dewasa, mandiri atau hidup berkeluarga tidak semua kembali, mengingat, mendekat dan memberikan kasih sayang itu pada ibunya. Yang dalam hal ini ditegaskan secara satir oleh Mery, karena sayangmu tak pernah jadi kenangan.
Artinya puisi dengan multi tafsir ini telah berhasil memancing berbagai persepsi pembaca, meski diungkapkan dengan bahasa telanjang. Namun kesan filosapinya mampu memberi pemikiran lain bagi pembaca.
Dan salah satu pemikiran itu bisa sampai pada pemikiran Dorothy Law Nolte yang menuturkan tentang bagaimana anak-anak belajar dari kehidupan mereka.

Jika anak dibesarkan dengan celaan
Ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan
Ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan
Ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan
Ia belajar menyesali
Jika anak dibesarkan dengan toleransi
Ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian
Ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan dorongan
Ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman
Ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan
Ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan
Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Jika anak dibesarkan dengan perlakuan yang baik
Ia belajar keadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar