Kamis, 04 November 2010

TSI III di Tanjungpinang (SINAR PAGI Tahun, 40/Edisi 04 - 09 November 2010)



 Abdul Kadir Ibrahim:
TSI dan Kebijakan Pemerintah

Servis yang diberikan pantia Temu Sastrawan Indonesia III di Tanjungpinang, benar-benar luar biasa, ratusan sastrawan Indonesia yang hadir pada kegiatan tersebut, Kamis sampai Minggu (28-31/10/2010) di Kota itu selain membahas sastra mutakhir Indonesia, juga ceramah umum dan seminar, serta gelaran malam apresiasi pentas sastra, dan bazar buku, yang diakhiri dengan wisata budaya.
Kepala Disporabudpar, Abdul Kadir Ibrahim (Akib Tanjung sapaan akrabnya) menjelaskan, bahwa wisata budaya dimaksudkan guna memperkenalkan kekayaan dan keindahan alam-budaya Kota Tanjungpinang khususnya dan Propinsi Kepulauan Riau umumnya. Tempat yang menjadi kunjungan antaranya kawasan wisata hutan bakau (mangrove), peninggalan Tiong Hua berusia 300 tahun di Senggarang, Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah serta Pusat Oleh-Oleh Anjung Cahaya, Pulau Penyengat yang kaya dengan berbagai situs peninggalan Kerajaan Melayu-Riau, serta tempat makam Raja Ali Haji yang merupakan Pahlawan Nasional Bidang Bahasa Indonesia.   
Dan ditegaskan Akib bahwa kegiatan Temu Sastrawan Indonesia (TSI) ini tidak bisa dilihat sebelah mata, sebagai dunia sunyi yang membicarakan sastra semata. Tapi juga bicara tentang kepulauan, pendidikan, perdaban serta kemajuan berfikir manusianya, perkembangan industrialisasi, termasuk potensi alam yang tidak bisa dipisahkan antara masyarakat serta perhatian pemerintah terhadap berbagai kebijakan di dalamnya.
“Jadi sangat naïf kalau kemudian kita menganggap bahwa sastra sebagai dunia sunyi yang hanya bisa dinikmati kalangan sastrawan itu sendiri. Sebab sebelum atau sesudah karya tersebut lahir para sastrawan juga memiliki forum yang membahas berbagai persoalan atas perkembangannya, untuk kemudian dikonsumsi berbagai kalangan, seperti pada kegiatan TSI ini,” ujarnya meyakinkan.
Akib juga sangat bangga terhadap kebijakan Gubernur dan Walikota Tanjungpinang yang memiliki kepedulian serta perhatian tinggi terhadap kegiatan TSI yang tidak hanya napak tilas ranah melayu sebagai ibu sastra lisan di negri ini. Sebab dengan kegiatan Temu Sastrawan ini juga berbagai potensi daerah serta perkembangan wilayah yang tengah sibuk-sibuknya membangun tereksvous keluar bersamaan dengan potensi wisata yang ada di Kepulauan Riau. (as)






TSI III 2010
Disambut Antusias Pemprov Kepri
 
Tanjungpinang, SINAR PAGI
Temu Sastra Indonesia (TSI) III 2010 yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang bekerjasama dengan Pemprov Kepulauan Riau itu, dibuka langsung oleh Gubernur H.M. Sani didampingi Wali Kota Tanjungpinang Suryatati. A. Manan, Kamis (28/10) di Anjung Cahaya, Tepi Laut.
Dalam sambutannya H.M. Sani mengatakan bahwa kebudayaan suatu daerah tidak lepas dari karakter bangsa, namun saat ini karakter tersebut sudah sedikit terkontaminasi, sehingga banyak hal yang terjadi di dalam kehidupan manusianya.
”Oleh sebab itu karakternya harus tetap dibina dan ditingkatkan agar budaya di suatu daerah tadi  tetap lestari,” kata Sani.
Gubernur Kepri ini juga berharap agar dengan TSI III 2010, dimana hasil pemikiran para sastrawan serta karya-karya penyair dan cerpenisnya dapat memberikan sumbangaun pemikiran terbaik guna mempertahankan budaya yang sudah ada, karena sastra merupakan cerminan budaya bangsa.
Senada dengan Wali Kota Tanjungpinang Suryatati. A. Manan, dikatakannya lebih dari 100 tahun lalu, Tanjungpinang sudah dikenal sebagai asal muasal Bahasa Indonesia yang berangkat dari bahasa Melayu. Demikian juga dengan perkembangan sastranya yang bisa dilihat pada Gurindam 12 karya besar Raja Ali Fisabillilah.
”Ditunjuknya Tanjungpinang sebagai tuan rumah TSI III 2010, adalah suatu kehormatan dan pastinya disambut antusias,” kata Suryatati. A. Manan setelah itu dilanjutkan pembacaan puisi hasil karyanya sendiri.
Pada kesempatan juga itu tampil Husnizar Hood dengan Antologi Kepulauan Riau, yang membacakan sejarah Gurindam 12 karya besar Raja Ali Haji yang diiringi musik khas melayu. Disusul penampilan penyair Bali , Tan Lie Le dengan tiga nomor musikalisasi puisinya, Malam Cahaya Lampion, Cokong Tik, dan Esorcism. Sedangkan Ramon Damora yang mengeksprsikan karya-karyanya tampil mewakili para penyair Kepri, dan Joni Ariadinata yang membacakan sebuah cerpen karyanya.
Yang kemudian dipertegas oleh penampilan Putu Wijaya dengan karya monolognya bertemakan Sumpah Pemuda. Putu di panggung tanpa teks, kata-kata yang mengalir deras dan bernas dari bibirnya seolah membius ratusan pengunjung pada pembukaan TSI malam itu, sampai kemudian acara berakhir.
Lalu pada pagi Jum’at (29/10) bertempat di aula pertemuan Hotel Pelangi, untuk hari pertama sebelum dibukanya acara diskusi, Dr. Katrin Bandel tampil memberikan ceramah umum, sedangkan Prof. Dr. Budi Dharma menyajikan ceramah sastra dengan kertas kerjanya Sastra Indonesia Mutakhir: Kritik dan Keragaman.
Untuk hari pertama duduk dua pembicara, Nanang Suryadi (Fenomena Sastra Indonesia Mutakhir: Komunitas dan Media) bersama Putu Wijaya (Situasi Sastra Mutakhir) dengan penyanggah  Akmal Nasery Basral (Fenomena Sastra Indonesia Mutakhir: Keragaman Ideologi dan Eksprtesi Sastrawan).
Pada sesi II Linda Christanty (Politik dan Perempuan Dalam Leontin Dewangga Martin Aleida) dan Arif B Prasetyo (Dari Kaji Ke Seni Kritik Sastra di Era Matinya Kritikus), dengan moderator Jamal D Rahman. Sedangkan Afrizal Malna selaku penyanggah, justru tidak melakukan penyanggahan terhadap kedua pemakalah, sebaliknya dia merasa bingung.
“Saya bingung mengapa sastrawan membicarakan karya sastra, seharusnya yang membicarakan sastra ini masyarakat dan sastrawan sebaiknya membicarakan hal-hal lain,” ujarnya.
Dan pada diskusi sesi III Prof. Dr. Hasanudin WS (Keragaman Akar Sastrawan dan Transformasi Budaya Dalam Sastra Indonesia ), bersebelahan dengan Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono (Keberagaman Akar Sastra Indonesia), dengan penyanggah Al-Azhar dalam kertas sanggahannya “Hibriditas Untuk Transformasi Budaya”.
Lebih dari 145 peserta TSI III yang berasal dari berbagai provinsi, kabupan/kota di Indonesia, yang hadir pada kegiatan TSI III ini benar-benar mendapat sambutan serta pelayanan maksimal dari panitia. Bahkan mereka (peserta) ditempatkan di dua hotel berbintang hanya untuk memanjakan kehadiran para penyair dan sastrawan pada event tersebut. Selain jamuan makan malam serta wisata budaya ke beberapa situs bersejarah yang berhubungan dengan kerajaan melayu serta ke kampung halaman pujangga besar melayu, Raja Ali Haji yang kini terbaring di pemakaman raja-raja di Pulau Penyengat itu.
TSI IV di Ternate
Penutupan Temu Sastra Indonesia (TSI) III, Sabtu (30/10) yang berlangsung di tepi pantai, Pelataran Anjung Cahaya Tanjungpinang malam itu berlangsung gemebyar. Dengan penampilan sejumlah penyair yang membacakan puisi mereka, seperti penyair Dino Umahuk (Sulawesi Utara), Rida K Liamsi, seniman yang juga Chairman Riau Pos Group dapat kehormatan membacakan satu sajaknya yang bertema tsunami di Aceh, atau Tejab Ahab dengan slogan ”Biar Pecah di Mulut asal Jangan Pecah di Tangan” yang pembacaan sajaknya dikolaborasi dengan musik rock n roll. Setelah Wali Kota Tanjungpinang Suryatati. A. Manan mengucapkan kata-kata penutupan diteruskan pembacaan Rekomendasi Temu Sastrawan Indonesia III 2010, yang isinya antara lain: bahwa akar sastra nasional harus diperluas sesuai dengan keragaman bahasa dan atau suku bangsa di Indonesia, perlu diupayakan penghargaan terhadap pertumbuhan kritik dengan memperluas pelaku dan medium kritik sastra, dan memutuskan Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara sebagai tuan rumah Temu Sastrawan Indonesia IV 2011.
192 karya puisi dari 90 penyair berbagai kota Indonesia termuat dalam antologi puisi TSI III 2010 dengan tajuk “Percakapan Lingua Pranca”, antaranya: Acep Zam Zam Noer, Gus Tf, Isbedy Stiawan ZS, Dimas Arika Mihardja, Toto S Radik, Mardi Luhung, Dino Umahuk, Fidaus dan lain-lain. Sedangkan 33 nama cerpenis dengan 33 buah karya cerpennya termuat di antologi cerpen TSI III 2010 yang berjudul Ujung Laut Pulau Marwah. (as)

 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar