Senin, 01 November 2010

Pendidikan, Sastra & Budaya

Puisi
 
Klise Hitam                                                                                                            Karya: Annisa Nurramadhani
 
Rotasi berjalan kian cepat..
Bumi mulai berevolusi...
Kaum hawa terlahir...
Dalam buai bunga imajinasi
 
Kaum hawa berdiri dalam metropolitan
Globalisasi menjadi alasan
Kain putih yang mereka bawa kini ternoda
Mereka membuka segel yang diberikanNya
sebelum waktunya...
 
Imajinasi tentang Dollar...dollar..dan dollar
Membuai dan memburu nafsu kadal metropolitan
Mereka lupa akan hitamnya dosa...
Berkawan iblis...
 
Ah.. inilah klise hitam...
Potret muram...
 
SMA N 1 Sindang Indramayu
 
Bercinta                                                                                                          Karya: Annisa Nurramadhani
 
Saat rembulan tersenyum...
Saat mentari terjaga
Saat detak jantung manusia berdenyut
Saat detik berbunyi memecah sunyi...
 
Hening...
Hanya ada aku dan Dia
Ku slalu merindukan tiap malam bersamaNya
Tenang dengan ditemani cahaya hati
 
Ia slalu menjagaku...
Ia slalu dengarkan gundah dalam hati
Menyeka mutiara dalam diri
Memeluk jiwaku
 
Merengkuh ruhku
Menggenggam jantungku...
 
Lafaz cinta kulontarkan untukNya
Lagu  suci kudendangkan untukNya
Malam itu.. hanya aku dan Dia
Kami berbincang
Bercinta
Dalam kelam langit
Saat makhluk dalam buaian bunga
fantasi mereka
 
SMA N 1 Sindang Indramayu
 
Tinjauan Puisi
 
Belajar Dari Pengalamanan
 
oleh Acep Syahril

Saya punya dua catatan harian buruk ketika masih duduk di kelas 1 SMP. Satu ketika saya kepergok sedang ikut masang uang pada permainan dadu atau kuclak. Pada waktu asyik masang punggung saya ada yang mencuil, ketika menoleh kebelakang ternyata yang mencuil iyu ayah saya. Kontan saya berdiri dan berlari keluar dari lokasi tersebut. Karena kebiasaan buruk ini sekolah saya sempat terganggu, bahkan saya juga beberapa kali sempat dipanggil pihak sekolah atas laporan teman-teman.
Dua, ketika saya mencuri buah nona (srikaya) milik tetangga bersama teman-teman, waktu itu minggu seusai lari pagi. Untuk mendapatkan srikaya saya harus bisa manjat tembok setinggi satu meter lebih, yang di atasnya terpasang kawat berduri. Setelah berupaya akhirnya kami berhasil mendapatkan buah nona yang sudah direncanakan beberapa waktu sebelumnya, tapi celakanya ketika keluar dan ingin menuruni tembok, kaki saya nyangkut di kawat berduri. Kontan kaki dibagian betis saya robek dan rasa sakitnya tak sebanding dengan hasil yang saya peroleh. Selain jumlahnya tidak banyak kami juga tidak bisa mengkonsumsinya saat itu, sebab masih harus diperam beberapa hari untuk proses pematangan.
Nah dari kebiasaan buruk seperti inilah saya belajar. Belajar dari keburukan, kebodohan, kekurangan, kelalaian, ketakaburan, kedengkian diri sendiri dan orang lain. Soalnya saya juga tidak mau terus-terusan punya kebiasaan buruk seperti di atas yang nota bene akan mengikis akal perasan dan hati nurani saya.
 Dengan banyak membaca dan belajar dari kebiasaan-kebiasaan buruk diri sendiri dan orang lain tadi, akhirnya saya jadi kaya. Sebab dengan kebiasaan-kebiasaan buruk ini akibat yang diperoleh juga lebih buruk. Dan jelas saya tidak mau hidup dengan kebiasaan-kebiasaan buruk itu.
Sebab dari kebiasaan buruk ini juga orang di sekitar saya ada yang merekam, lalu rekaman tersebut mereka jadikan bahan gunjingan atau bahan pembicaraan dengan menjadikan saya sebagai objeknya. Ah celaka memang. Seperti dilakukan Annisa Nurramadhani yang memotret persoalan sosial di sekitarnya yang dia tuturkan dalam puisi bertajuk Klise Hitam dengan gaya impresi menarik. //Kaum hawa berdiri dalam metropolitan/Globalisasi menjadi alasan/Kain putih yang mereka bawa kini ternoda/Mereka membuka segel yang diberikanNya/sebelum waktunya.../.
Kalau saja kita tanyakan langsung pada Annisa apakah dia mau seperti objek yang dia tulis dalam puisinya. Jawabannya sudah jelas tidak mau. Annisa hanya ingin belajar dari kelalaian dan kekurangan orang lain yang kemudian dia sajikan dalam bentuk puisi untuk orang lain.
Pada puisi ini secara plastis Annisa mengekspresikan kaumnya (hawa) yang jadi korban keganasan zaman. Kain putih yang mereka bawa akhirnya ternoda, lalu tanpa malu-malu mereka membuka segel buatan Tuhan itu sebelum waktunya. Perumpaan yang digunakan Annisa untuk menggambarkan lemahnya iman seseorang, yang kemudian mudah menerima bujuk rayu kejahatan dengan mengatasnamakan gaul dalam kehidupan modern saat ini, cukup menarik untuk dijadikan cermin.
Padahal metropolis dan globalisai hanyalah proses dari gerak zaman, tapi kita seringkali lalai membaca arah dan gerak tersebut. Kebanyakan kita hanya puas dan bangga dengan penampilan fisik bergaya metropolis dan modern, tanpa disertai pengetahuan dan pemahaman tentang apa itu globalisasi, apa itu modernisasi, dan apa itu metropolis. Akhirnya kita hanya jadi korban mode dari proses perkembangan zaman tadi. //Imajinasi tentang Dollar...dollar..dan dollar/Membuai dan memburu nafsu kadal metropolitan/Mereka lupa akan hitamnya dosa.../Berkawan iblis...// . Meski dari pilihan diksinya masih terasa lemah, namun dari sisi pengolahan ide paling tidak Annisa sudah mulai berani bermain dengan symbol yang memperkuat gagasan puisi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar