Air Puisi: Meliyah R
Gemericik suaramu
berdendang lagu
bening, sejuk segar
tersenyum, melirik aku padamu
kau berjasa dalam segala hal
dan aku terlena dalam buaian dinginmu
Air
kau mengisahkan seribu hal
dalam dingin……
kau selalu ada
disaat semua membutuhkanmu
Air
jika kau tak ada
semua pasti menangis mencarimu
sekarang tetaplah denganku,
bersamaku bersama kami
Kelas VIII D SMPN 1 Sliyeg
Bunga Puisi: Lindy Wihana
Indahmu sungguh menawan
kelopakmu yang cerah
berikan damai hati para insan
Bunga…..
kau adalah penenang jiwa
kalauku menatapmu
seakan kau sejukan hatiku
Kelas VIII D SMPN 1 Sliyeg
Air Dan Bunga Di Jambangan Hati
oleh Acep Syahril
Semua orang tau air dan semua orang tau bunga, keduanya akrab dalam hidup kita. Seperti sepasang kekasih keduanya memadu cinta dalam jambangan di taman atau dalam rumah kita. Yang satu tumbuh cantik, harum wangi dan menawan yang satu lagi mengalir sunyi sejuk menyuburi akar mencari jalan. Tapi tidak semua orang tau bagaimana cara mengekspresikan keduanya, air dan bunga.
Meliyah. R dan Lindy Wihana, keduanya siswi kelas VIII D SMPN 1 Sliyeg – Indramayu yang ikut dalam kegiatan ekstrakurikuler (eskul) sastra, dan kebetulan puisi mereka terpilih untuk rubrik Pendidikan Sastra dan Budaya (PSB) Sinar Pagi kali ini. Puisi yang mereka tulis temanya sangat sederhana, tentang air dan bunga, yang secara filosopis cukup mengesankan.
Gemericik suaramu
berdendang lagu
bening, sejuk segar
tersenyum, melirik aku padamu
Begitu kata Meliyah mengekspresikan kekagumannya pada air, dengan gaya ucap model puisi lama, ringan dan bersahaja. Seolah dia tengah berkata kepada seorang penari yang berdendang mengikuti irama lagu, meliuk-liuk di pancuran seperti tangan penari, “tersenyum, melirik aku padamu”. Sungguh suatu ungkapan manis padat dan puitis, dengan pencitraan menyejukkan dalam ungkapan personifikasi yang matang.
Kekuatan daya ungkap puisi Meliyah sangat terasa pada pemilihan kata yang dia hemat dan tak bertebaran begitu saja. Selain bantuan imajinasi yang baik dalam mengekspresikan objek (air) menjadi hidup di tangannya.
Sedangkan Lindy Wihana baru memberi kesan biasa pada objek (bunga) yang diekspresikannya. Belum ada kesan majis yang mampu memberi kekuatan pada puisinya, Lindy baru sebatas memindahkan perasaannya yang spontan pada saat berfikir tentang bunga dan mengolah puisi ini.
Namun sebagai seorang pemula, baik Meliyah atau Lindy waktu masih panjang untuk belajar menjadi yang terbaik dari hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar