Jumat, 12 November 2010

Pendidikan Sastra & Budaya

Di Saat Aku Terbaring Di Kamar                              Puisi: Sucipto
 
Aku melihat dari jendela ada bintang terang. Seperti ibu
yang selalu menyinari senyumnya padaku. Oh indahnya
senyum ibu, aku terasa ada di syurga. Aku ingin
membahagiakannya dengan tawa. Ibu bahagialah kau
selalu.
 
Aku mencintaimu seperti aku mencintai Sang Pencipta
bintang
 
Kelas IX C, SMPN 1 Widasari – Indramayu
 
Arti Sahabat                                                                                     Puisi: Sulaeman
 
sahabatku seperti bintang  
meski jauh tapi bercahaya
walau kadang menghilang namun ada
tapi tak mungkin dimiliki
dan tak bisa dilupakan
tapi dia selalu ada di sini
di hati
 
Kelas IX C, SMPN 1 Widasari – Indramayu
 
 
Bintang Dan Personifikasi Yang Sederhana
 
oleh: Acep Syahril
 
Ketika berkesempatan memberi kegiatan eskul apresiasi dan penulisan karya sastra (khususnya puisi) SMPN 1 Widasari – Indramayu, saya bertanya pada salah seorang siswi. “Ada apa di belakang, di samping dan di depan rumah kamu?”. Di jawab “di belakang, samping dan depan rumah saya ada rumah”. Lalu saya tanya lagi, “kalau solokan pembuangan air dari kamar mandi disalurkannya kemana, dan apakah bau comberannya sampai tercium keluar?”. Di jawab “solokoannya langsung dari kamar mandi menggunakan pipa paralon besar dialirkan sampai ke kali kecil yang beberapa puluh meter di belakang rumah, jadi baunya tidak sampai tercium keluar”.
Jawaban-jawaban itu disambut cepat oleh siswi yang saya tanya, dan ini sangat jarang jarang saya temukan, kalaupun ada kebanyakan mereka malu-malu atau berfikir dulu. Dan ini salah satu dari banyak cara atau soal yang saya berikan pada siswa untuk mengetahui kepekaan mereka pada lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Sebagai bahan untuk memulai kegiatan apresiasi dan penulisan karya sastra (khususnya puisi) yang saya lakukan selama ini. Yang menurut hemat saya secara tidak langsung juga akan membangun kepekaan mereka dalam menerima pelajaran dari gurunya.
Atau kadang dalam waktu beberapa menit mereka saya sarankan untuk berkontemplasi (merenung), membayangkan banyak hal yang pernah mereka alami lalu memberikan kesan pada persoalan-persoalan tersebut. Hal ini hanya untuk melatih daya ingat serta tanggung jawab mereka pada dirinya maupun orang lain sebagai makhluk sosial yang interaktif. Dan dari aktifitas kontemplatif ini juga kemudian akan lahir kesadaran-kesadaran temporer sebagai cikal bakal pembentukan karakter dalam diri mereka. Di samping mereka bisa menuangkan kesan-kesan tadi dalam bentuk tulisan yang tentunya sangat menarik untuk kita simak, seperti puisi yang ditulis Sucipto ini:
 
Aku melihat dari jendela ada bintang terang. Seperti ibu
yang selalu menyinari senyumnya padaku. Oh indahnya
senyum ibu, aku terasa ada di syurga. Aku ingin
membahagiakannya dengan tawa. Ibu bahagialah kau
selalu.
 
Aku mencintaimu seperti aku mencintai Sang Pencipta
bintang
 
Adalah imajinasi sederhana dengan kepolosan kata yang sederhana pula kita diajak Sucipto pergi melihat bintang, di situ ada bintang yang menyinari senyum ibunya. Yang dia bayangkan melalui imajeri visual seolah dia benar-benar melihat senyum ibunya yang bercahaya. Atau pada puisi Sulaeman yang juga mengumpamakan:
sahabatku seperti bintang   
meski jauh tapi bercahaya
walau kadang menghilang namun ada
tapi tak mungkin dimiliki
dan tak bisa dilupakan
tapi dia selalu ada di sini
di hati
 
Sucipto dan Sulaeman adalah dua siswa SMPN 1 Widasari – Indramayu, pada apresiasi kali ini memberi sedikit pencerahan penulisan puisi pada teman-temannya. Kebetulan keduanya memilih objek bintang sebagai personifikasinya, secara visual posisinya berada ditempat yang tinggi, seperti cita-cita dan pemikiran mereka yang barangkali juga tinggi. Hal ini menarik untuk dibicarakan, soalnya bukan cuma dari cara berfikir tapi juga dari cara mereka memilih objek serta menuangkan hasil perenungannya. Sebab objek dalam puisi menggambarkan kehebatan daya imajinasi seseorang, selain nama dan tempat yang juga menunjukkan kalau si penulis puisi tersebut memiliki wawasan lumayan. Seperti penggalan puisi Anak-anak Burung Berhambur Lepas, milik penyair Supali Kasim di bawah ini:
siti, anak burung terhambur lepas. Angkasa luas
geliat bulan hingga jejakkan kaki kecil
tanah seberang dan impian. Perburuan padang tandus
tanpa zaitun, minyak dan zamzam
hanya sebutir kurma melepas terik
atau keringat devisa
...............................
(Kiser Dermayon: Puisi Indonesia, Blog Supali Kasim)
Antara keinginan menulis, memilih kata dan objek dalam puisi tentulah tidak datang tiba-tiba, selain diawali proses membaca, mengamati juga terjadinya gesekan imajinasi yang didorong oleh keinginan inspirasi. Atas kepekaan yang terbangun dari pengalaman yang telah memperkaya wawasan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar