Jumat, 12 November 2010

Pendidikan Sastra & Budaya

Penyesalan                                                                             Puisi: Maylina

Angin dengarlah suara hatiku
galau hati yang serasa menyiksa ini
seperti percikan air dari langit
yang mengisyaratkan kesedihanku

Aku lara
aku layu
penyesalan membuatku larut

Sebab disaat kau terbaring lemah
aku tak ada di sampingmu
aku bagaikan terumbu karang
terlempar angin tergulung ombak

kini aku bagai rumah tak beratap

Klas IX A, SMPN 1 Tukdana - Indramayu

Waktu                                                                                    Puisi: Susi Susyanti

Dimulai dari sekarang sampai waktu kikis
adakah sesuatu yang berarti tersirat jadi
pelajaran bagi kita

Dari pagi semua dimulai
dari yang bermanfaat sampai ke yang
tidak sama sekali
untuk menghasilkan sesuatu yang menarik
dan menjadi tanda dalam hidup

Jika ada diantara kita yang sukses
maka patutlah ia bangga
atas waktu yang dilaluinya
sebab sesingkat apa pun waktu sangat berharga

Klas XI A, SMAN 1 Tukdana - Indramayu
 
Tinjauan Puisi:
Waktu dan Penyesalan
Dalam Usia Berbeda

oleh Acep Syahril

Pagi ini untuk kedua kalinya saya kembali masuk kelas IX di SMPN 1 Tukdana, di sekolah ini saya disambut langsung pak Oleh, S.Pd, M.Pd salah seorang Guru plus Kesiswaan di SMP tersebut. Dan di sekolah ini saya perhatikan banyak sekali kegiatan ekstrakurikuler sebagai pilihan kegiatan luar sekolah disesuaikan kesukaan dan kemampuan siswa siswinya, termasuk juga kegiatan menulis dan apresiasi sastra.
Dan siang harinya saya konsentrasi di depan kelas XI SMAN 1 Tukdana, memberikan kegiatan apresiasi dan pengembangan daya fikir siswa. Di sekolah ini yang paling berkesan adalah sambutan Kepala Sekolahnya, Drs. Syamsuri, M.Pd. Antusiasme serta aktualisasi yang diberikannya kepada saya membuat saya tersanjung. Karena menurutnya dia sejak lama merindukan adanya upaya apresiasi dan pelatihan penulisan termasuk jurnalistik untuk siswa. Sebab kegiatan tersebut tidak hanya mengarahkan siswa untuk jadi penulis tapi akan mampu membuka ruang fikir setiap individu ketika mereka melakukan kegiatan membaca.
“Soalnya menulis harus dibarengi dengan membaca kan sebagai penambah wawasan fikir serta referensi persoalan untuk dijadikan bahan tulisannya,” ujar beliau.
Kalau saja seluruh kepala sekolah memiliki cara berfikir seperti Pak Syamsuri, dan mau menerima kehadiran penyair, penulis atau wartawan di sekolahnya, saya yakin minat baca siswa pastilah bertambah. Apalagi kegiatan ini tidak semata-mata untuk mencetak siswa menjadi penulis atau yang lainnya, namun paling tidak gesekan profesi yang disampaikan nara sumber dalam komunikasinya yang khas akan mampu merangsang keinginan siswa untuk memperluas wawasannya.
Dari dua sekolah ini saya hanya dapat dua puisi dengan tema berbeda, dengan dua pemikiran berbeda pula. Yang pertama Puisi Penyesalan, karya Meylina dari SMPN 1 Tukdana. Dalam puisi tersebut Meylina berusaha menunjukkan rasa penyesalan, mewakili perasaan remajanya yang belum tentu pernah dialami remaja-remaja putri sebaya dia. Namun secara ekspresif rasa penyesalan ini menjadi aku lirik bagi remaja yang pernah mengalami peristiwa itu.
Sebab disaat kau terbaring lemah
aku tak ada di sampingmu
aku bagaikan terumbu karang
terlempar angin tergulung ombak

kini aku bagai rumah tak beratap
Ungkapan penyesalan romantik yang tidak dimiliki semua remaja sebayanya, dan secara fisik juga belum tentu remaja sebaya Meylina pernah mengalami hal tersebut. Kalau pun ada diantara teman-temannya yang pernah mengalaminya, belum tentu mereka bisa menuangkan kata-kata seperti ini. Karena hal ini berangkat dari kebiasaan mengingat, mencatat dan mengenang yang kemudian disusul dengan kebiasaan membaca.
Sehingga pada saat menuangkan persoalan cinta tidak melulu harus menggunakan ungkapan verbal seperti, aku cinta padamu, aku sayang kamu, aku ingin selalu dekat dengan kamu karena kamu cantik atau gagah, kamu jahat, kamu sudah menyakiti aku dan lain-lain. Tapi dengan menggunakan bahasa kiasan serta ungkapan puitis yang kaya akan pemikiran lain, jelas hal ini akan memberi nilai lebih seseorang yang mengungkapkannya, yang secara otomatis juga akan mampu menghaluskan cita rasa fikirnya. aku bagaikan terumbu karang/terlempar angin tergulung ombak/kini aku bagai rumah tak beratap. Atau mungkin maksud Meylina, aku sudah tak punya pegangan, terpisah dan jauh dari cinta kasihmu/kini aku hidup bagai tanpa cinta.
Sementara Susi Susyanti dari SMAN 1 Tukdana dengan karya puisinya “Waktu” ingin menunjukkan kedewasaan berfikirnya, yang oleh semua orang juga belum tentu terfikirkan baik dan buruknya dalam menyia-nyiakan waktu. Karena pada umumnya waktu akan lebih berharga pada saat seseorang membutuhkannya, seperti pada saat janjian dengan seseorang, menunggu seseorang datang membayarkan hutang, atau waktu menjelang datangnya ujian.
Sementara ketika tidak ada seseorang atau peristiwa yang mengikat waktunya, maka waktu tidaklah berarti apa-apa dan dilewatkan sebegitu saja. Dan tanpa disadari waktu telah menyembelih usia, kesempatan, peluang dan banyak hal dalam perjalanan hidup kita, semua menjadi sia-sia. Lalu apa kata Susi Susyanti?

Dimulai dari sekarang sampai waktu kikis
adakah sesuatu yang berarti tersirat jadi
pelajaran bagi kita

Dari pagi semua dimulai
dari yang bermanfaat sampai ke yang
tidak sama sekali
untuk menghasilkan sesuatu yang menarik
dan menjadi tanda dalam hidup
Ow...ow sungguh suatu ungkapan manis, dari pagi semua dimulai dari yang bermanfaat sampai ke yang tidak sama sekali, untuk menghasilkan sesuatu yang menarik dan menjadi tanda dalam hidup. Dengan membuktikan pada orang lain “bahwa aku pernah sekali hidup di dunia ini, dan tidak sia-sia”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar